h_earth

ketumpulan hati, kegersangan jiwa, kejenuhan dalam menjalani kehidupan... sesungguhnya berakar pada kedangkalan ibadah orang yang bersangkutan kepada Allah. (Rahmat Abdullah)

Thursday, November 01, 2007

(tidak) menjadi raja di acara pernikahan sendiri

Seorang pengusaha yang bergerak di bidang Wedding Organizer pernah berkata, “Pengantin itu ibarat raja dan ratu sehari, jadi kalo bisa mereka gak perlu mikirin segala macem keperluan resepsi pernikahannya.” (baca di GATRA)


Menjadi raja-ratu sayangnya tidak berarti semua keinginan pengantin di hari itu bisa terpenuhi. Karena resepsi pernikahan terkadang lebih seperti acara orangtuanya daripada acara si pengantin itu sendiri. Mungkin nggak semuanya kayak gitu sih. Tapi begitulah resepsi pernikahan yang gw hadiri minggu kemarin. Resepsi itu diselenggarakan dengan adat Minang, sesuai asal keluarga Bapak pengantin perempuan. Acaranya tentu seperti biasa, intinya salam2an, memberikan selamat pada pengantin, dan makan2, diiringi hiburan lagu2 kenangan jaman baheula, sampe Poco2. Gw kaget aja pas si MC sampe ngajak para hadirin untuk joget Poco2. Di sinilah keliatan banget, orang2 tua yang “menguasai” acara ini. Pengisi acara dan yang menikmatinya tentu aja orang2 tua. Ya nggak masalah juga sih, tapi kok keliatannya si pengantin jadi gak punya kekuatan untuk menyelenggarakan pernikahan sesuai keinginannya, melainkan jadi sesuai keinginan ortu. Padahal pasangan pengantin ini orang2 yang sudah mengerti Islam dengan baik, dan menurut gw sih mereka ingin pernikahannya lebih Islami, seperti misalnya pemisahan tempat antara tamu laki2 dan perempuan, menyediakan lebih banyak kursi sehingga tamu2 gak perlu makan berdiri, dan mungkin musik hiburannya bukan dangdut tapi nasyid, misalnya.


Ya, temen gw sih pernah bilang, acara pernikahan anak itu biasanya jadi malah kayak acara ortu. Kalo misalnya kita ingin pernikahan yang di dalamnya sesuai dengan nilai2 Islam, maka ortu pun perlu dikasih pengertian mengenai nilai2 Islam yang kita yakini dan kita pegang kuat2. Soalnya Islam kan emang bukan cuma shalat zakat puasa haji doang, tapi juga pengaturan bagaimana pergaulan laki2 dan perempuan, bagaimana cara makan, apa saja hiburan yang diperbolehkan, dan lain sebagainya. Ngasih pengertiannya bukan cuma untuk acara pernikahannya aja, tapi mulai dari pra pernikahan: gimana cara nyari calon suami/istrinya. Kan ada aja ortu yang nyruh anaknya nyari pacar sebagai usaha mencari suami/istri. Padahal anaknya gak mau pacaran karena yakin pacaran itu dilarang oleh Allah. Terus untuk acara pernikahannya sendiri, seperti yang disebutin di atas. Misalnya si anak pengen tamu laki2 dan perempuan dipisah, gak mau ada standing party, hiburannya yang Islami, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan pasca pernikahan. Misalnya ortu pengen anak perempuannya kerja karena sayang udah sekolah tinggi2, sedangkan anaknya pengen di rumah, ngurus anak dan suami dulu. Mungkin itu juga perlu dikomunikasikan dari awal2.


Berhubung gw belom nikah, jadi ini hanya hasil pengamatan dan perkiraan. Hehe..


Oia, Bulan Syawal ini banyak juga yang nikah.. di antaranya:

  1. Teh Mila (Smansa ‘97) 27 Okt

  2. kakaknya Sidik 27 Okt
  3. Teh Ummu (Smansa ‘02-kalo gak salah) 28 Okt
  4. Kak Agung Pratomo (Fasilkom ‘01) 2 Nov
  5. Adiknya Tante Nana 4 Nov
  6. Teh Mae (Smansa ‘03) 4 Nov

Labels: ,

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Alhamdulillah Ning...pelaksanaan pernikahan kakak yang kemaren itu bisa sesuai syariat islam...

emang yang paling penting tuh ngasih pengertian ke orang tua. Trus juga jangan pernah maksa, karena ga mungkin menang...kan kalah tua?!

Dari jauh-jauh hari kalo bisa udah bilang nanti mau seperti apa kalo nikah...bahkan dari sekarang...

Jangan lupa undang" ya Ning...heheh

9:01 AM  
Anonymous indoproperty bsd said...

ijin nyimak...

jadi pengamat(penonton) aja, ya...

keep posting, Gan...

2:08 PM  

Post a Comment

<< Home